Denpasar,Mediatimsus.com-Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Denpasar Sanctus Paulus gelar diskusi Publik dalam menyikapi Wacana Revisi UU Desa no 6 tahun 2014 di Margasiswa PMKRI Cabang Denpasar, Minggu, (29/01/2023).
Diskusi Publik ini di gelar dalam rangka menyikapi wacana revisi UU Desa no. 6 tahun 2014 dengan mengangkat tema “Perlukah UU Desa Direvisi”?
Diskusi ini dihadiri oleh seluruh organda Se – Bali, diantaranya adalah: Himpunan Mahasiswa Kodi Bali (HIMAK), Himpunan Mahasiswa Manggarai Pariwisata Bali (HMP-MB), Perhimpunan Mahasiswa NTT Unud (PM-NTT), dan Ikatan Mahasiswa Flores Timur (IMARESTI).
Dalam pengantar yang disampaikan oleh moderator, Saudara Save Tagung pria yang juga sebagai Biro bidang Pendidikan dan Kaderisasi (Biro Diskusi dan Penalaran) mengatakan bahwa sebagai generasi muda, perlu untuk menyikapi Wacana Revisi UU Desa ini yang dimana Pokok tuntutannya adalah agar segera merevisi UU no 6 tahun 2014 pada pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) diubah masa jabatan kades menjadi 9 tahun dalam 1 periodesasi.
Yang menjadi alasan para Kades adalah, dalam waktu 6 tahun perangkat desa tidak dapat menyelesaikan visi dan misi Desa, juga lingkup desa yang kecil berefek terjadinya konflik pasca Pilkades, sehingga dalam menjalankan program tidak efektif karena terganggu tensi-tensi politik.
“Secara Argumen tuntutan para Kades itu lemah dan secara Substantif merusak Demokrasi” tutupnya.
Kemudian moderator memberikan kesempatan kepada Bapak Muammar Kaddafi, SH., MH selaku pemantik diskusi.
Sebagai kalimat pembuka, Kaddafi mengajak agar tradisi mahasiswa terus eksis, baik tradisi membaca, Diskusi maupun tradisi menulis untuk memperkuat wawasan sehingga akan mempermudah dalam menyampaikan opini terhadap isu – isu publik. “Mungkin peradaban akan hancur ketika 3 tradisi (Membaca, Diskusi dan menulis) tersebut hilang dalam diri mahasiswa” .
Berkaitan dengan tema yang diangkat yaitu “perlukah UU Desa Direvisi”? menurut saya tidak sepakat, karena 9 tahun cukup lama dalam hal evaluasi kinerja Kepala Desa.
“UU Desa bisa direvisi tapi bukan menambah masa jabatan tetapi arah revisinya adalah bagaimana pembangunan desa kedepannya dengan cara memperhatikan potensi dalam desa kemudian dikembangkan”.
Jika jabatan 9 tahun direalisasikan maka akan mempengaruhi pada kontrol dan evaluasi yang tidak efektif, memangkas kaderisasi, dan memangkas calon – calon pemimpin muda.
Lebih baik kembalikan masa jabatannya menjadi 5 tahun dalam satu periode, juga kalau ingin minta untuk mencalonkan kembali Empat kali berturut – turut, silahkan.
Karena Pemilu adalah ajang untuk evaluasi “Coba bayangan, ketika salah memilih pemimpin maka desa akan menyimpan bangkai selama sembilan tahun, kemudian baru bisa memilih pemimpin baru”.
Enam tahun adalah waktu yang cukup untuk melakukan evaluasi, ketika masyarakat masih percaya pasti akan dipilih kembali. Kalau bisa sering evaluasi atau Pilkades lebih bagus, tutupnya;
Diskusi ini pun berlangsung alot, yang dimana peserta diskusi aktif dalam menyampaikan pandangan terkait wacana revisi UU Desa. Hampir isi yang disampaikan menyatakan tidak sepakat untuk dirubahnya UU Desa no 6 tahun 2014 pada pasa 39 ayat (1) dan (2).
Akhirnya diskusi ini ditutup dengan Closing statement dari saudara Julio selaku ketua Presidium ed interim. Ia mengatakan bahwa kita tidak menemukan argumentasi yang cukup rasional dibalik tuntutan para kepala desa mengenai penambahan masa jabatan 9 tahun itu, ujarnya.
Justru jika ditambahkan menjadi 9 tahun, potensi terjadinya korupsi dan penyelewengan kekuasaan akan semakin tinggi.
Dan apabila ditambah masa jabatan 9 tahun ruang demokrasi akan semakin sempit bahkan tertutup bagi orang yang mau berkompetisi. Dan esensi berdemokrasi bukan seperti itu.
Sejatinya, esensi demokrasi adalah ruang kebebasan itu dibuka atau keran demokrasi itu dibuka sebesar-besarnya bagi setiap orang yang mau berkompetisi sesuai amanat konstitusi.
Lalu bagaimana orang dapat berkompetisi kalau ditingkatan yang paling bawah saja sudah dikasih standar masa jabatan yang lama seperti itu, tutupnya.